Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat tata kelola sektor mineral dan batu bara (minerba) dengan langkah strategis, salah satunya melalui pembentukan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Langkah ini diambil untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam tidak hanya berfokus pada produksi dan ekspor, tetapi juga pada pengawasan dan penegakan hukum yang berpihak pada kepentingan negara dan rakyat.
Dirjen Gakkum ESDM, Rilke Jeffri Huwae, menegaskan bahwa pembentukan Ditjen Gakkum bertujuan untuk memastikan tata kelola minerba berjalan sesuai dengan visi Presiden, yaitu kemandirian energi dan kedaulatan tambang. “Ini bukan hanya soal administrasi, tapi juga legitimasi negara dalam melindungi aset strategis,” ujar Rilke dalam pernyataannya pada Kamis (30/10/2025).
Salah satu fokus utama Ditjen Gakkum adalah pemberantasan tambang ilegal yang telah lama menjadi akar persoalan dalam tata kelola minerba nasional. Rilke menekankan pentingnya pendekatan yang lebih komprehensif dalam menyelesaikan masalah penambangan tanpa izin, dengan mempertimbangkan karakteristik sosial masing-masing wilayah. “Masalah tambang ilegal ini tidak bisa dilihat semata sebagai pelanggaran hukum, karena ada dimensi sosial di dalamnya,” tambahnya.
Pemerintah berkomitmen untuk mengedepankan pendekatan solutif dan inklusif, termasuk melegitimasi aktivitas penambangan rakyat melalui skema Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Pendekatan ini diharapkan dapat mengintegrasikan para penambang kecil ke dalam rantai pasok legal, seperti yang telah dilakukan oleh PT Timah Tbk di bawah MIND ID.
Menurut Rilke, paradigma penegakan hukum di sektor minerba kini bergeser dari sekadar mencatat pelanggaran menjadi mencari solusi struktural. Pemerintah berupaya menyelesaikan seluruh akar permasalahan, termasuk disparitas harga hingga keterbatasan akses legalitas. “Kita tidak ingin hanya menindak, tapi memperbaiki sistemnya. Rantai pasok legal harus lebih menarik dibandingkan rantai pasok ilegal,” tegas Rilke.
Upaya ini juga bertujuan untuk memperkuat ekosistem usaha BUMN tambang seperti PT Timah, yang selama ini tidak hanya merugikan korporasi tetapi juga merusak kelestarian lingkungan hidup akibat praktik tambang yang tidak bertanggung jawab. Pemerintah akan bersikap tegas terhadap pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang melakukan pelanggaran, dengan menerapkan sanksi administratif, termasuk pencabutan izin bagi perusahaan yang terbukti melanggar.
Sebaliknya, bagi masyarakat penambang tanpa izin, pemerintah akan membuka ruang legalisasi melalui mekanisme yang jelas dan berbasis hukum. Tujuannya agar mereka dapat bekerja dengan aman, tanpa merugikan negara maupun lingkungan. Pendekatan ini diharapkan mampu menciptakan stabilitas di daerah operasional pertambangan, serta merangkul masyarakat agar dapat berkontribusi aktif dalam kegiatan pertambangan sesuai dengan koridor legalitas, peraturan, serta perundang-undangan yang berlaku, termasuk penjagaan kelestarian lingkungan.
Dengan langkah-langkah strategis ini, pemerintah berharap dapat menciptakan tata kelola minerba yang lebih baik, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan nasional serta kesejahteraan rakyat.
