Pakar industri mineral dan batu bara (minerba) mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup (LH) untuk melakukan audit dan investigasi menyeluruh terhadap operasional dan kepatuhan lingkungan tambang emas Martabe di Sumatra Utara. Desakan ini muncul di tengah kekhawatiran bahwa aktivitas pertambangan dapat berkontribusi terhadap bencana alam.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menyatakan bahwa meskipun operasional pertambangan bisa menjadi salah satu penyebab bencana alam, hal tersebut bukanlah faktor utama. Menurutnya, perusahaan pertambangan yang menjalankan kegiatan eksploitatif dan ekstraktif memang berdampak pada lingkungan, namun mitigasi dan rehabilitasi lingkungan harus dilakukan.
Bisman menekankan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap tambang emas Martabe dan melakukan audit kepatuhan lingkungan. Ia menegaskan bahwa meskipun pertambangan mungkin berkontribusi terhadap bencana, kerusakan hutan dan lingkungan dari sektor lain seperti perkebunan dan pengusahaan hutan jauh lebih parah.
Menurut Bisman, kegiatan pertambangan yang dilakukan secara legal harus didahului oleh studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang mencakup proyeksi dampak lingkungan dan upaya mitigasinya. Operasi penambangan harus mengikuti prinsip praktik pertambangan baik atau good mining practice, serta mematuhi aturan reklamasi dan pascatambang.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara menuding bahwa aktivitas tambang emas Martabe milik PT Agincourt Resources (PTAR) memperparah banjir di Sumut. Walhi mencatat bahwa tambang tersebut telah mengurangi tutupan hutan dan lahan sekitar 300 hektare. Selain itu, fasilitas pengolahan limbah tambang berada dekat sungai Aek Pahu yang mengaliri Desa Sumuran.
Manajemen PTAR membantah tudingan bahwa aktivitas tambang mereka memperparah banjir di Sumut. Mereka menyatakan bahwa lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada di daerah aliran sungai (DAS) Garoga yang berbeda dan tidak terhubung dengan lokasi operasi PTAR di DAS Aek Pahu. PTAR menegaskan bahwa operasi tambang dijalankan dengan meminimalkan dampak lingkungan dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, juga membantah bahwa aktivitas tambang emas Martabe memperparah banjir di Sumut. Ia menyatakan bahwa wilayah kerja tambang tersebut berada jauh dari lokasi terjadinya banjir bandang.
Kontroversi seputar tambang emas Martabe mencerminkan perdebatan yang lebih luas mengenai dampak industri pertambangan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Sementara beberapa pihak menuntut audit dan investigasi, PTAR dan pemerintah membantah tudingan bahwa tambang tersebut memperparah bencana. Dengan berbagai klaim yang saling bertentangan, diperlukan kajian lebih lanjut untuk memahami dampak sebenarnya dari aktivitas tambang emas Martabe terhadap lingkungan di Sumatra Utara.
