OPEC+ telah memutuskan untuk menghentikan rencana kenaikan produksi minyak selama kuartal pertama tahun depan, setelah melakukan satu kali penambahan kecil pada bulan Desember. Keputusan ini diambil untuk menyeimbangkan upaya mempertahankan pangsa pasar dengan tanda-tanda munculnya kelebihan pasokan di pasar global.
Dalam pertemuan virtual yang berlangsung pada Minggu (2/11), negara-negara anggota kunci yang dipimpin oleh Arab Saudi sepakat untuk menambah produksi sebesar 137.000 barel per hari pada bulan depan. Penambahan ini sesuai dengan peningkatan yang telah dijadwalkan untuk Oktober dan November. Setelah itu, OPEC+ akan mengambil jeda dari Januari hingga Maret, periode yang biasanya ditandai dengan permintaan yang lebih lemah. Para delegasi menyatakan bahwa keputusan ini mencerminkan ekspektasi perlambatan musiman.
Kebijakan ini muncul di tengah ketidakpastian yang melanda para pelaku pasar minyak. Sanksi terhadap Rusia, yang merupakan rekan utama Arab Saudi dalam kelompok OPEC dan sekutunya, menimbulkan pertanyaan mengenai prospek pasokan dari Moskow. Di saat yang sama, para analis memperingatkan potensi kelebihan pasokan yang terus membesar hingga tahun depan.
Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas di RBC Capital, menyatakan bahwa keputusan jeda ini mengejutkan, namun merupakan langkah bijak mengingat ketidakpastian pasokan pada kuartal pertama. Meskipun sanksi terhadap Rusia sempat membantu menopang harga minyak setelah anjlok ke level terendah dalam lima bulan, salah satu delegasi menyatakan bahwa masih terlalu dini bagi OPEC+ untuk menilai dampak keseluruhan dari langkah tersebut.
Jeda dari Januari hingga Maret akan menjadi yang pertama sejak OPEC+ mulai secara agresif memulihkan pasokan minyak yang sempat dihentikan sejak April. Jorge Leon, analis di Rystad Energy yang pernah bekerja di Sekretariat OPEC, menyatakan bahwa OPEC+ tampak menahan diri, namun ini adalah langkah yang diperhitungkan. Sanksi terhadap produsen minyak Rusia menambah lapisan ketidakpastian dalam proyeksi pasokan.
Kenaikan produksi OPEC+ selama ini jauh di bawah volume yang diumumkan. Beberapa anggota masih mengimbangi kelebihan produksi sebelumnya, sementara yang lain kesulitan meningkatkan kapasitas, sehingga dampaknya terhadap pasar terbatas. OPEC+ berulang kali menegaskan bahwa keputusan untuk meningkatkan produksi tahun ini didorong oleh “fundamental pasar yang sehat” dan rendahnya tingkat persediaan global.
Namun, tanda-tanda kelebihan pasokan semakin jelas. Permintaan dari China mulai melemah, sementara produksi di kawasan Amerika terus meningkat. Perusahaan perdagangan besar seperti Trafigura Group menilai kelebihan pasokan sudah terjadi, terlihat dari meningkatnya jumlah minyak yang tersimpan di kapal tanker dunia. Badan Energi Internasional (IEA) di Paris memperkirakan pasokan global dapat melampaui permintaan hingga lebih dari 3 juta barel per hari pada kuartal ini, dan berpotensi menciptakan surplus besar tahun depan.
Penurunan harga minyak ini juga mulai menekan produsen, termasuk perusahaan pengebor minyak serpih di Amerika Serikat. Meski AS masih menjadi sumber utama pertumbuhan pasokan tahun ini, produksi diperkirakan akan melambat pada 2026. Para eksekutif di sektor tersebut memperingatkan bahwa berkurangnya investasi bisa membawa industri ke “titik kritis.”
Bagi Arab Saudi, pergeseran dari strategi lama yang berfokus menjaga harga minyak tinggi turut berdampak pada perekonomiannya. Defisit anggaran negara itu semakin dalam pada kuartal ketiga, dan pemerintah terpaksa memangkas pengeluaran untuk sejumlah proyek transformasi ekonomi besar, termasuk pembangunan kota futuristik Neom.
Aliansi penuh yang terdiri dari 22 negara anggota OPEC+ dijadwalkan bertemu kembali pada 30 November mendatang untuk meninjau tingkat produksi untuk tahun 2026. Keputusan ini akan menjadi perhatian utama bagi para pelaku industri dan pengamat pasar, mengingat tantangan yang dihadapi dalam menyeimbangkan pasokan dan permintaan global.
